Entri Populer

Senin, 29 September 2014

kesetiaan



KESETIAAN
Ulangan 28:13-14
(13) TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia,
(14) dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya."

Alkitab berjanji bahwa hidup kita hari esok akan lebih baik dari hari ini karena kita akan tetap naik dan bukan menjadi ekor. Syaratnya adalah kita harus hidup setia.

Ulangan 32:20
Ia berfirman: Aku hendak menyembunyikan wajah-Ku terhadap mereka, dan melihat bagaimana kesudahan mereka, sebab mereka itu suatu angkatan yang bengkok, anak-anak yang tidak mempunyai kesetiaan.

Kata “hendak” bukan “I shall” (Aku akan) tapi “I will” (Aku pasti). “Bengkok” adalah hati yang licik. Sinar wajah Tuhan melambangkan anugerah. Ketika pulang gereja, kita diberkati dengan kata-kata: “biarlah Tuhan menyinari engkau dengan wajahNya.”

Sinar melambangkan the favor of God atau anugerah penyertaan Tuhan. Jika ingin hidup susah, mudah saja. Tuhan berjanji atau bersumpah akan mengambil anugerahNya dari hidup kita hanya karena kita tidak setia.
Ingin hidup susah? Mudah! Jangan setia dengan pacar, orang tua, pernikahan, pekerjaan, gereja, Tuhan, dan negara. Jika hati tidak lurus dan tidak jujur, Alkitab berkata Tuhan akan mengangkat anugerahNya dalam hidup kita.

Ada dua bahasa asli di Alkitab yang menggambarkan kata “kesetiaan”.

Perjanjian Lama menggunakan kata “emunah” yang secara tersurat (harafiah) artinya adalah “kokoh”. Secara figuratif atau kiasan berarti “aman” atau dalam konteks karakter dan moral adalah “loyal” atau “setia” atau “faithfull” (penuh iman). Tidak mungkin kita bisa kokoh dan setia jika tak penuh dengan pengharapan dan iman.

Tuhan menggambarkan dirinya sebagai Tuhan yang kokoh, tidak bergerak, tidak berubah. Dari Alfa sampai Omega, Dia tidak berubah. Tuhan konsisten dan sama. Dalam terjemahan bahasa Inggris lainnya, kesetiaan adalah “steady”, “trully”, “truth”, “fairly”. Kosakata bahasa Indonesia terbatas untuk dapat menggambarkan hal ini.

Seperti inilah kesetiaan Tuhan: kesetiaanNya sampai ke awan. Tuhan menggambarkan dirinya sebagai sosok yang tidak berubah, tidak tergoyahkan, dan tidak tergoncangkan apapun yang terjadi.

Dalam Perjanjian Baru, kata “kesetiaan” memiliki makna yang berbeda. Kata yang dipakai adalah “pistos” atau “trustworthy” (layak dipercaya). Arti lainnya adalah “believe”, “faithfull”, “sure”, “true”. Oleh sebab itu, dalam Perjanjian Baru selalu dikatakan kalau kita “pistos” (setia) dalam hal kecil, maka kita akan dipercaya dalam hal besar.
Jika ingin menuai buah kepercayaan dari siapapun, kita harus menabur benih kesetiaan. Kita tidak akan mendapat kepercayaan tanpa menabur benih kesetiaan. Isteri tidak dapat berkata, “gimana sih pak! Percaya dong!” Jika suami belum percaya artinya kita belum benar-benar menabur benih kesetiaan. Mungkin selama ini kita tak cukup “emunah” atau stabil dan kokoh (terus menerus berubah).


Jika ingin dipercaya, seorang politisi tak bisa hanya mengumbar janji karena janji tidak dapat dipercaya. Janji yang kemudian ditepati-lah yang akan membuatnya dipercaya. Demikian pula orang tua. Sering saya temukan orang tua kesulitan berkomunikasi dengan anaknya karena sang anak tak mempercayainya.

Mengapa anak tidak percaya pada orang tuanya meski orang tualah yang membiayainya kuliah, memberikan hadiah, dan sebagainya? Sederhana. Uang tidak dapat membeli kepercayaan atau loyalitas. Loyalitas tak dapat dibeli dengan uang. Itu sebabnya saya banyak menolong orang tua yang kesulitan berkomunikasi dengan anaknya.

Saya katakan, “om, tante, yang membuat om-tante dipercaya anak adalah pada saat om-tante stabil, kokoh, tidak berubah-ubah, bertanggung jawab ada di tempat sehingga anak om-tante dapat melihat orang tuanya setia. Salah satu ciri kesetiaan adalah bertanggung jawab. Tanggung jawab artinya apa yang menjadi tanggungannya dapat ia jawab, tak buang badan.

Orang yang setia selalu menepati apa yang dikatakannya. Ia tak berubah, sesederhana apapun. Ciri lain kesetiaan adalah selalu memberikan yang terbaik, dilihat maupun tidak dilihat. Itu sebabnya jika kita mengambil jabatan pemerintahan, seharusnya disumpah setia jabatan . Berikan yang terbaik. Jika tidak, ia akan kehilangan kredibilitasnya. Sangat sederhana.

Siapa yang ingin terus naik menjadi kepala dan bukan ekor: keluarga maju, pernikahan baik, karier melesat, dan seterusnya?  Kesetiaan adalah sesuatu sangat penting yang perlu kita tabur.

Ada seorang pengusaha yang dikhianati oleh orang kepercayaannya yang tahu di mana saja letaksupplier, modal, produksi, dan sebagainya. Orang tersebut mengkhianatinya dan memulai bisnis yang sama. Pertanyaan yang logis muncul: bagaimana caranya kita tahu sebelumnya bahwa dia adalah pegawai yang setia?

Banyak orang menikah berkata, “bagaimana caranya kita tahu dia setia dan kenyataannya tidak?” Pacaran pun sama: “cukup sudah!” Kita tahu bahwa kita perlu kesetiaan. Namun tak banyak yang mengenali kesetiaan. Ciri-ciri tersebut di antaranya adalah tanggung jawab, janji, dan kinerja.

Berikut ini adalah ciri-ciri penting lainnya yang akan membantu kita mengenali kesetiaan orang-orang yang ada di sekitar sehingga kita dapat terus naik dan bukan turun.  

Wahyu 19:11
Lalu aku melihat sorga terbuka: sesungguhnya, ada seekor kuda putih; dan Ia yang menungganginya bernama: "Yang Setia dan Yang Benar", Ia menghakimi dan berperang dengan adil.

Wahyu 19:11 (Amplified)
After that I saw heaven opened, and behold, a white horse [appeared]! The One Who was riding it is called Faithful (Trustworthy, Loyal, Incorruptible, Steady) and True, and He passes judgment and wages war in righteousness (holiness, justice, and uprightness).

Dalam ayat ini dikatakan Ia menyebut dirinya “faithful” and “true”. Saya bahkan bertanya pada diri sendiri: beranikah saya menyebut diri “faithful person” dan “true person”? Hanya kita dan Tuhan yang tahu. Kita tidak dapat membohongi diri sendiri. Semua yang baik yang Tuhan sediakan, Ia sembunyikan dalam karakter kesetiaan.

2 Tawarikh 16:9a
Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia...



2 Tawarikh 16:9a (BIS)
TUHAN mengawasi seluruh bumi untuk memberikan kekuatan-Nya bagi orang-orang yang setia kepada-Nya.

Tuhan memberikan kepercayaan berharga yang Ia miliki pada orang yang setia padaNya. Yang Tuhan cari bukan orang pintar tapi orang yang setia. Kesetiaan harus ditunjukan dari hal kecil. Barangsiapa “pistos” atau setia dari hal kecil maka ia akan dipercayakan hal yang besar.

Jika kita dapat menyatakan diri sebagai orang yang jujur, tidak berpura-pura, tidak memakai topeng.What you see is what you get. Kita dapat dengan yakin berkata, “saya orang benar”. Kita tak menutupi sesuatu.
Ciri-ciri orang setia selain adalah tanggung jawab, janji, dan kinerja:

1.    Tidak Menyimpang Ke Kanan dan Kiri (Konsisten) 

Ulangan 5:32-33
(32) Maka lakukanlah semuanya itu dengan setia, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri.  
(33) Segenap jalan, yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, haruslah kamu jalani, supaya kamu hidup, dan baik keadaanmu serta lanjut umurmu di negeri yang akan kamu duduki.

Orang yang setia, jalan, karakter, pendirian, dan sikapnya tidak menyimpan ke kanan dan kiri. Inilah cara agar kita terus naik, terus menjadi kepala dan bukan ekor.

Ulangan 28:14
...dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya."

Dalam sejarah yang ditulis Ulangan, bangsa Israel ditinggal sebentar saja langsung membuat lembu untuk disembah (menyimpang ke kanan dan kiri). Definisi kesetiaan adalah kokoh. Bayangkan sebuah kursi tak kokoh. Saat diberi beban, kursi tersebut akan menyimpang ke kanan dan kiri dan akan mencelakakan orang yang duduk di atasnya.

Ada banyak orang beralasan dirinya “fleksibel” atau mudah menyesuaikan diri. Pertanyaannya, “benarkan kepribadian kita fleksibel atau justru karakter dan pendirian kita menyimpang ke kanan dan kiri?” Hanya kita yang dapat menjawabnya. Kokoh artinya tak menyimpang ke kanan dan kiri meski tekanan datang.

Saya belum pernah temukan ada Tuhan lain yang pernah berkata Ia cemburu. Hanya Tuhan yang berkata “janganlah engkau berubah setia”.

Latar belakang keluarga saya di Medan, beberapa masih ada yang beragama Buddha. Saya temukan mereka tak diwajibkan untuk berbakti hanya pada satu dewa saja. Mereka boleh memiliki beberapa dewa yang berbeda-beda. Tidak pernah dikatakan dewa yang satu cemburu dengan dewa yang lain.

Hanya Tuhan kita yang berkata Dia cemburuan. Hanya Yesus yang berkata, “Aku tidak mau dimadu”.

Orang yang setia adalah orang yang konsisten dalam kehidupannya, kokoh meski tekanan datang. Ia konsisten dalam pendirian, keputusan, dan sikapnya. Bagaimana cara kita menguji apakah seseorang konsisten? Saat berpacaran lihatlah apakah pacar kita adalah orang yang konsisten. Dalam merekrut tenaga kerja, misalnya, lihatlah resumenya. Lihat latar belakang pendidikannya.


Contoh ekstrim: dalam resume terlihat bahwa ia kuliah kedokteran lima semester, keluar lalu masuk sekolah masak lima semester, keluar kemudian masuk lagi kuliah seni rupa tujuh semester dan kini melamar di perusahaan kita di bidang marketing. Tidak ada konsistensi dan kita perlu bertanya.

Masalahnya bukan tak boleh berpindah tapi mengapa? Bisa saja ia sedang sekolah memasak dan kemudian mendengar tentang potensi diri bahwa ada gairah menjadi seorang penari balet dalam dirinya. Boleh-boleh saja. Tapi kita perlu tahu mengapa ia pindah.

Jika tak terbaca dalam jejak akademisnya, tanya saja hal lain seperti “kamu sudah punya pacar?” Bisa saja pacar pertamanya adalah orang Afrika, pacar kedua orang Eropa, pacar ketiga orang China. Pertanyaannya, “mengapa putus dengan si Afrika dan Eropa?” Jika jawabannya hanya karena bosan, ada inkonsistensi yang perlu ditelusuri lebih lanjut.

Oleh sebab itu jika kita pacaran dan sumber informasi hanya berasal dari seorang subjek saja, celakalah kita. Kita perlu informasi pihak ketiga, keempat, kelima, jika perlu membeli data. Masalahnya sering saya temukan anak muda yang pacaran sudah tak memakai kacamata kuda dan tak mau mendengar siapapun, termasuk orang tuanya.

Saya sering menjembatani salah pengertian antara orang tua dan anak. Ada waktunya orang tuangotot dan ada waktu anaknya ngotot. Isu sesungguhnya adalah mengetahui konsistensi orang tersebut. Demikian pula jika kita ingin mencari staf. Jika belum, berilah kepercayaan yang kecil dan lihat apakah ia konsisten dalam perkara-perkara tersebut. Hanya waktu yang berbicara.

Nabi pun tak dapat menemukan konsistensi dalam diri seseorang jika hanya pacaran tiga bulan. Jika datang dengan kepastian, saya akan selalu bertanya, “mengapa kamu pasti? Kamu yakin dia orangnya?” “Ya gimana sih kak, kan rasa... kayak kakak nggak pernah pacaran aja!”
Justru karena pernah pacaran, saya tahu tiga bulan tidak cukup untuk menguji konsistensi dalam kehidupan seseorang. Masalahnya jika jatuh cinta, pikiran tak digunakan, hanya perasaan. Pacaran masih dapat diuji. Namun dalam pernikahan, tidak ada jalan keluar. Perlu konsisten dan setia karena janji sehidup semati.    

“Aduh, adakah jalan samping? Ke kanan mantan, ke kiri selingkuhan...” Inilah yang banyak terjadi. Dunia sekitar kita kaya dengan cerita semacam ini. Orang yang setia tidak menyimpang ke kanan dan kiri. Bagaimana mengenalinya? Selidiki sendiri orang-orang di sekitar kita: sejarah pekerjaannya.

Jika berpindah-pindah pekerjaan, tanya sebabnya. Bukan berarti kita harus diam dulu sebelum mencari pekerjaan baru namun hanya kita yang tahu apakah kita orang jujur dan benar, atau bukan. Hal-hal sangat praktis untuk dapat melihat konsistensi dalam kehidupan seseorang ini dapat diterapkan.

Matius 6:24
Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.

Kesetiaan tidak dapat dibuktikan pada dua orang. Tidak setia berarti kita tidak menghormati karena sikap setia seperti tanda hormat yang kita tunjukkan. Setia pada pasangan berarti sedang menunjukan rasa hormat pada pasangan kita. Ketidaksetiaan mencoreng atau menghilangkan rasa hormat yang kita miliki pada seseorang.

Orang yang tidak setia adalah orang yang mengingkari atau tidak menghormati pribadi yang seharusnya ia hormati.



Matius 12:39
Tetapi jawab-Nya kepada mereka: "Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus...

Matius 12:39 (Amplified)
But He replied to them, An evil and adulterous generation (a generation morally unfaithful to God) seeks and demands a sign; but no sign shall be given to it except the sign of the prophet Jonah.  

Dalam versi bahasa Inggris, angkatan tidak setia diterjemahkan sebagai “An evil and adulterous generation” atau generasi yang dengan mudahnya berselingkuh, berzinah, dan mengkhianati. Itu sebabnya Tuhan berkata bahwa Ia cemburuan. Tuhan menginginkan kesetiaan.

Untuk menguji apakah seseorang konsistensi atau tidak, lihat bagaimana ia menghormati pasangan, atasan, dan orang tuanya. Jika tak dapat setia atau setia pada dua tuan yang bersamaan, ia berselingkuh. Jika kita bekerja pada perusahaan A namun berjualan produk perusahaan B atau memakai telepon perusahaan A untuk menjual produk perusahaan B, inilah peselingkuhan.

Belum cerai dengan perusahaan A namun sudah menjalin hubungan dengan perusahaan B juga dinamakan selingkuh.

2 Korintus 1:18
Demi Allah yang setia, janji kami kepada kamu bukanlah serentak "ya" dan "tidak".

Orang yang konsisten tidak akan kompromi atau ambil jalan pintas dalam kehidupannya. Saya banyak temukan orang berkata “ya” namun harga yang harus dibayar untuk “ya” mahal sehingga mengambil jalan pintas berkata “tidak”. Orang yang konsisten, apapun dan berapapun harganya berkata “ya”. Dia tidak akan kenal tekanan atau menyimpang ke kanan dan kiri.

Orang yang konsisten tidak akan mencari jalan gampang hanya untuk menguntungkan diri sendiri apalagi kompromi. Seringkali alasan yang digunakan adalah kita berkarakter fleksibel, mudah menyesuaikan diri, cerdik seperti ular tulus seperti merpati. Beda antara cerdik dan licik memang tipis namun hanya diri kita yang tahu apakah kita orang setia dan jujur.

Orang yang konsisten tidak berpindah-pindah arah. Tidak hanya karena ingin lurus dan saat dihadang kemudian belok ke kanan dan kiri. Jika ingin lurus, ia akan konsisten pada arahnya.

2.    Gigih Sampai Akhir (Persisten)

Wahyu 2:10
Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.

Kesetiaan bersifat seumur hidup kita. Mahkota kehidupan akan datang jika kita persisten hingga nafas terakhir. Dalam pernikahan, kita berjanji akan setia sampai mati.

Banyak yang terkena masalah dalam pernikahan, berjanji tidak menyimpang ke kanan dan kiri namun jika ia menyerah dalam pernikahannya sama artinya dengan tidak setia.

Ada orang berpacaran mengatakan, “Pak, saya putus masing-masing tiga bulan dan enam bulan, saya tetap setia karena saat berpacaran tiga bulan, tidak saya double. Saya putuskan dulu yang tiga bulan baruber jalan dengan yang enam bulan. Saya putuskan dulu yang enam bulan baru berjalan dengan yang dua tahun.” Isunya bukan double namun tidak ada persistensi di dalamnya.

Ada yang seharusnya tidak melanjutkan hubungan namun berkata, “saya mau setia.” Jika belum menikah, kontrak belum ditandatangani. Begitu menikah, kita harus setia sampai mati. Sebelum menikah, kita perlu menguji apakah orang yang ingin kita nikahi seumur hidup juga adalah orang yang persisten. Jika kita persisten dan pasangan tidak, kita yang membayar mahal harganya.

Ada yang datang dan berkata, “kami sudah menikah dan ingin bercerai. Boleh tidak, pak?” “Boleh,” kata saya. Mereka kaget. Lalu saya lanjutkan, “tinggal tunggu siapa dulu yang mati karena sampai maut memisahkan. Tolong setujui siapa yang mau mati dan akan saya doakan. Kalau salah satu mati bisa kawin lagi. Tapi siapa yang mau mati?” gurau saya.
Persistensi bukan hanya bicara soal arah. Konsistensi bicara mengenai arah sedangkan persistensi bicara mengenai kegigihan sampai habis. Itu sebabnya Paulus berkata, “aku sudah menyelesaikan pertandinganku.” Paulus tidak berkata ia berlari di 200 meter dan pindah ke 400 meter sebelum selesai kemudian lari lompat tinggi dan lompat jauh.

Yesus berkata, “It just finished.” Tuhan Yesus menyelesaikan apa yang harus Ia kerjakan. Ciri-ciri orang yang setia adalah akan menyelesaikan apa yang ia mulai.  

Matius 25:24-30
(24) Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam.
(25) Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!
 (26) Maka jawab tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam?
(27) Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.
(28) Sebab itu ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai sepuluh talenta itu.
(29) Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.
(30) Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."

Ini aneh karena jika menggunakan prinsip konsisten dan persisten, seharusnya hamba yang memiliki satu talenta ini disebut setia. Hamba tersebut tidak ganti atasan dan masih menunggu atasannya pulang, ia tak “menilep” satu talentanya bahkan talenta tesebut ia jaga dengan baik.

Bila menggunakan prinsip konsisten dan persisten saja harusnya orang ini setia. Namun Alkitab berkata ia dianggap jahat dan malas. Jika konsisten dan persisten sudah ada, apa yang ketinggalan padahal yang lain disebut hamba yang baik dan setia?

Jika kita sudah konsisten dan persisten, tambahkan bagian terakhir yakni aktif atau memiliki inisiatif atau produktif.

Andaikan saya adalah seorang suami dan memiliki kesulitan dalam pernikahan, selalu tegang dengan isteri. Saya anak Tuhan. Saya tidak akan berselingkuh, punya orang ketiga, tidak menyimpang ke kanan dan kiri, dan tidak bercerai karena tidak boleh bercerai. Namun jika saya tidak aktif ingin memperbaiki pernikahan, saya bukan orang yang setia.

Sama seperti hamba yang memiliki satu talenta ini, saya tidak melakukan apapun. Saya tidak melakukan apa yang seharusnya saya dapat lakukan untuk memperbaiki pernikahan. Prinsip yang sama berlaku dalam pekerjaan, mengasuh anak, melayani, dan sebagainya.


Dalam hal konsistensi, kita dapat melihat banyak hal. Lihat bagaimana ia bergabung dalam gereja. Apakah orang tersebut tiap dua tahun pindah gereja, tiap dua bulan pindah pelayanan, tiap tekanan datang mundur, dan tiap tantangan datang kabur. Ada konsistensi namun tidak ada persistensi di dalamnya.

Bukan berarti kita tidak boleh pindah pekerjaan namun bagaimana kita pindah menentukan siapa kita sesungguhnya. Pindah gereja boleh-boleh saja, tidak masalah. Namun jika isunya adalah mencari gereja yang sempurna, kita tak akan pernah menemukannya. Bahkan jika ada gereja sempurna, saat kita masuk di dalamnya gereja tersebut menjadi tidak sempurna karena kita.

Namun jika selalu kabur, inilah inkonsistensi yang membuat kita tidak akan pernah maju.

Indonesia penuh dengan orang pintar namun perlu orang yang konsisten dan persisten. Meski tantangan datang, kita tidak berubah dan selalu ingin memperbaiki. Jika bekerja seperti ini, dimanapun kita berada sebagai suami/isteri, ayah/ibu, orang tua, perkenanan Tuhan (favor of God) akan selalu ada dalam hidup kita.

Lakukan ini dalam hidup kita dan dapat kita pakai untuk menguji orang-orang yang dekat dalam kehidupan kita sehingga kita selalu berhasil dan beruntung. Jangan menyimpang ke kanan dan kiri, setia sampai mati, senantiasa melakukan yang terbaik, tidak pasif, dan produktif. Orang yang setia selalu ingin menjadikan segala sesuatu lebih baik dalam kehidupannya.