KESETIAAN
Ulangan 28:13-14
(13) TUHAN akan
mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik
dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang
kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia,
(14) dan apabila
engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang
kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah
kepadanya."
Alkitab berjanji bahwa
hidup kita hari esok akan lebih baik dari hari ini karena kita akan tetap naik
dan bukan menjadi ekor. Syaratnya adalah kita harus hidup setia.
Ulangan 32:20
Ia berfirman: Aku
hendak menyembunyikan wajah-Ku terhadap mereka, dan melihat bagaimana kesudahan
mereka, sebab mereka itu suatu angkatan yang bengkok, anak-anak yang
tidak mempunyai kesetiaan.
Kata “hendak” bukan “I
shall” (Aku akan) tapi “I will” (Aku pasti). “Bengkok” adalah hati yang licik.
Sinar wajah Tuhan melambangkan anugerah. Ketika pulang gereja, kita diberkati
dengan kata-kata: “biarlah Tuhan menyinari engkau dengan wajahNya.”
Sinar
melambangkan the favor of God atau anugerah penyertaan Tuhan.
Jika ingin hidup susah, mudah saja. Tuhan berjanji atau bersumpah akan
mengambil anugerahNya dari hidup kita hanya karena kita tidak setia.
Ingin hidup susah?
Mudah! Jangan setia dengan pacar, orang tua, pernikahan, pekerjaan, gereja,
Tuhan, dan negara. Jika hati tidak lurus dan tidak jujur, Alkitab berkata Tuhan
akan mengangkat anugerahNya dalam hidup kita.
Ada dua bahasa asli di
Alkitab yang menggambarkan kata “kesetiaan”.
Perjanjian Lama
menggunakan kata “emunah” yang secara tersurat (harafiah) artinya adalah
“kokoh”. Secara figuratif atau kiasan berarti “aman” atau dalam konteks
karakter dan moral adalah “loyal” atau “setia” atau “faithfull” (penuh iman).
Tidak mungkin kita bisa kokoh dan setia jika tak penuh dengan pengharapan dan
iman.
Tuhan menggambarkan
dirinya sebagai Tuhan yang kokoh, tidak bergerak, tidak berubah. Dari Alfa
sampai Omega, Dia tidak berubah. Tuhan konsisten dan sama. Dalam terjemahan
bahasa Inggris lainnya, kesetiaan adalah “steady”, “trully”, “truth”, “fairly”.
Kosakata bahasa Indonesia terbatas untuk dapat menggambarkan hal ini.
Seperti inilah
kesetiaan Tuhan: kesetiaanNya sampai ke awan. Tuhan menggambarkan dirinya
sebagai sosok yang tidak berubah, tidak tergoyahkan, dan tidak tergoncangkan
apapun yang terjadi.
Dalam
Perjanjian Baru, kata “kesetiaan” memiliki makna yang berbeda. Kata yang
dipakai adalah “pistos” atau “trustworthy” (layak dipercaya). Arti lainnya
adalah “believe”, “faithfull”, “sure”, “true”. Oleh sebab itu, dalam Perjanjian
Baru selalu dikatakan kalau kita “pistos” (setia) dalam hal kecil, maka kita
akan dipercaya dalam hal besar.
Jika ingin menuai buah
kepercayaan dari siapapun, kita harus menabur benih kesetiaan. Kita tidak akan
mendapat kepercayaan tanpa menabur benih kesetiaan. Isteri tidak dapat berkata,
“gimana sih pak! Percaya dong!” Jika suami belum percaya artinya kita belum
benar-benar menabur benih kesetiaan. Mungkin selama ini kita tak cukup “emunah”
atau stabil dan kokoh (terus menerus berubah).
Jika ingin dipercaya,
seorang politisi tak bisa hanya mengumbar janji karena janji tidak dapat
dipercaya. Janji yang kemudian ditepati-lah yang akan membuatnya dipercaya.
Demikian pula orang tua. Sering saya temukan orang tua kesulitan berkomunikasi
dengan anaknya karena sang anak tak mempercayainya.
Mengapa anak tidak
percaya pada orang tuanya meski orang tualah yang membiayainya kuliah,
memberikan hadiah, dan sebagainya? Sederhana. Uang tidak dapat membeli
kepercayaan atau loyalitas. Loyalitas tak dapat dibeli dengan uang. Itu
sebabnya saya banyak menolong orang tua yang kesulitan berkomunikasi dengan
anaknya.
Saya katakan, “om,
tante, yang membuat om-tante dipercaya anak adalah pada saat om-tante stabil,
kokoh, tidak berubah-ubah, bertanggung jawab ada di tempat sehingga anak
om-tante dapat melihat orang tuanya setia. Salah satu ciri kesetiaan adalah
bertanggung jawab. Tanggung jawab artinya apa yang menjadi tanggungannya dapat
ia jawab, tak buang badan.
Orang yang setia
selalu menepati apa yang dikatakannya. Ia tak berubah, sesederhana apapun. Ciri
lain kesetiaan adalah selalu memberikan yang terbaik, dilihat maupun tidak
dilihat. Itu sebabnya jika kita mengambil jabatan pemerintahan, seharusnya
disumpah setia jabatan . Berikan yang terbaik. Jika tidak, ia akan kehilangan
kredibilitasnya. Sangat sederhana.
Siapa yang ingin terus
naik menjadi kepala dan bukan ekor: keluarga maju, pernikahan baik, karier
melesat, dan seterusnya? Kesetiaan adalah sesuatu sangat penting yang
perlu kita tabur.
Ada seorang pengusaha
yang dikhianati oleh orang kepercayaannya yang tahu di mana saja letaksupplier,
modal, produksi, dan sebagainya. Orang tersebut mengkhianatinya dan memulai
bisnis yang sama. Pertanyaan yang logis muncul: bagaimana caranya kita tahu
sebelumnya bahwa dia adalah pegawai yang setia?
Banyak orang menikah
berkata, “bagaimana caranya kita tahu dia setia dan kenyataannya tidak?”
Pacaran pun sama: “cukup sudah!” Kita tahu bahwa kita perlu kesetiaan. Namun
tak banyak yang mengenali kesetiaan. Ciri-ciri tersebut di antaranya adalah
tanggung jawab, janji, dan kinerja.
Berikut ini adalah
ciri-ciri penting lainnya yang akan membantu kita mengenali kesetiaan
orang-orang yang ada di sekitar sehingga kita dapat terus naik dan bukan
turun.
Wahyu 19:11
Lalu aku melihat sorga
terbuka: sesungguhnya, ada seekor kuda putih; dan Ia yang
menungganginya bernama: "Yang Setia dan Yang Benar", Ia
menghakimi dan berperang dengan adil.
Wahyu 19:11
(Amplified)
After that I saw
heaven opened, and behold, a white horse [appeared]! The One Who was
riding it is called Faithful (Trustworthy, Loyal, Incorruptible,
Steady) and True, and He passes judgment and wages war in
righteousness (holiness, justice, and uprightness).
Dalam ayat ini
dikatakan Ia menyebut dirinya “faithful” and “true”. Saya bahkan bertanya pada
diri sendiri: beranikah saya menyebut diri “faithful person” dan “true person”?
Hanya kita dan Tuhan yang tahu. Kita tidak dapat membohongi diri sendiri. Semua
yang baik yang Tuhan sediakan, Ia sembunyikan dalam karakter kesetiaan.
2 Tawarikh 16:9a
Karena mata TUHAN
menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka
yang bersungguh hati terhadap Dia...
2 Tawarikh 16:9a (BIS)
TUHAN mengawasi
seluruh bumi untuk memberikan kekuatan-Nya bagi orang-orang yang setia
kepada-Nya.
Tuhan memberikan
kepercayaan berharga yang Ia miliki pada orang yang setia padaNya. Yang Tuhan
cari bukan orang pintar tapi orang yang setia. Kesetiaan harus ditunjukan dari
hal kecil. Barangsiapa “pistos” atau setia dari hal kecil maka ia akan
dipercayakan hal yang besar.
Jika kita dapat
menyatakan diri sebagai orang yang jujur, tidak berpura-pura, tidak memakai
topeng.What you see is what you get. Kita dapat dengan yakin berkata,
“saya orang benar”. Kita tak menutupi sesuatu.
Ciri-ciri orang setia
selain adalah tanggung jawab, janji, dan kinerja:
1. Tidak
Menyimpang Ke Kanan dan Kiri (Konsisten)
Ulangan 5:32-33
(32) Maka lakukanlah
semuanya itu dengan setia, seperti yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN,
Allahmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri.
(33) Segenap jalan,
yang diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, haruslah kamu jalani, supaya
kamu hidup, dan baik keadaanmu serta lanjut umurmu di negeri yang akan kamu
duduki.
Orang yang setia,
jalan, karakter, pendirian, dan sikapnya tidak menyimpan ke kanan dan kiri.
Inilah cara agar kita terus naik, terus menjadi kepala dan bukan ekor.
Ulangan 28:14
...dan apabila
engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala
perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan
beribadah kepadanya."
Dalam sejarah yang
ditulis Ulangan, bangsa Israel ditinggal sebentar saja langsung membuat lembu
untuk disembah (menyimpang ke kanan dan kiri). Definisi kesetiaan adalah kokoh.
Bayangkan sebuah kursi tak kokoh. Saat diberi beban, kursi tersebut akan
menyimpang ke kanan dan kiri dan akan mencelakakan orang yang duduk di atasnya.
Ada banyak orang
beralasan dirinya “fleksibel” atau mudah menyesuaikan diri. Pertanyaannya,
“benarkan kepribadian kita fleksibel atau justru karakter dan pendirian kita
menyimpang ke kanan dan kiri?” Hanya kita yang dapat menjawabnya. Kokoh artinya
tak menyimpang ke kanan dan kiri meski tekanan datang.
Saya belum pernah
temukan ada Tuhan lain yang pernah berkata Ia cemburu. Hanya Tuhan yang berkata
“janganlah engkau berubah setia”.
Latar belakang
keluarga saya di Medan, beberapa masih ada yang beragama Buddha. Saya temukan
mereka tak diwajibkan untuk berbakti hanya pada satu dewa saja. Mereka boleh
memiliki beberapa dewa yang berbeda-beda. Tidak pernah dikatakan dewa yang satu
cemburu dengan dewa yang lain.
Hanya Tuhan kita yang
berkata Dia cemburuan. Hanya Yesus yang berkata, “Aku tidak mau dimadu”.
Orang yang setia
adalah orang yang konsisten dalam kehidupannya, kokoh meski tekanan datang. Ia
konsisten dalam pendirian, keputusan, dan sikapnya. Bagaimana cara kita menguji
apakah seseorang konsisten? Saat berpacaran lihatlah apakah pacar kita adalah
orang yang konsisten. Dalam merekrut tenaga kerja, misalnya, lihatlah resumenya.
Lihat latar belakang pendidikannya.
Contoh ekstrim:
dalam resume terlihat bahwa ia kuliah kedokteran lima
semester, keluar lalu masuk sekolah masak lima semester, keluar kemudian masuk
lagi kuliah seni rupa tujuh semester dan kini melamar di perusahaan kita di
bidang marketing. Tidak ada konsistensi dan kita perlu bertanya.
Masalahnya bukan tak
boleh berpindah tapi mengapa? Bisa saja ia sedang sekolah memasak dan kemudian
mendengar tentang potensi diri bahwa ada gairah menjadi seorang penari balet
dalam dirinya. Boleh-boleh saja. Tapi kita perlu tahu mengapa ia pindah.
Jika tak terbaca dalam
jejak akademisnya, tanya saja hal lain seperti “kamu sudah punya pacar?” Bisa
saja pacar pertamanya adalah orang Afrika, pacar kedua orang Eropa, pacar
ketiga orang China. Pertanyaannya, “mengapa putus dengan si Afrika dan Eropa?”
Jika jawabannya hanya karena bosan, ada inkonsistensi yang perlu ditelusuri
lebih lanjut.
Oleh sebab itu jika
kita pacaran dan sumber informasi hanya berasal dari seorang subjek saja, celakalah
kita. Kita perlu informasi pihak ketiga, keempat, kelima, jika perlu membeli
data. Masalahnya sering saya temukan anak muda yang pacaran sudah tak memakai
kacamata kuda dan tak mau mendengar siapapun, termasuk orang tuanya.
Saya sering menjembatani
salah pengertian antara orang tua dan anak. Ada waktunya orang tuangotot dan
ada waktu anaknya ngotot. Isu sesungguhnya adalah mengetahui
konsistensi orang tersebut. Demikian pula jika kita ingin mencari staf. Jika
belum, berilah kepercayaan yang kecil dan lihat apakah ia konsisten dalam
perkara-perkara tersebut. Hanya waktu yang berbicara.
Nabi pun tak dapat
menemukan konsistensi dalam diri seseorang jika hanya pacaran tiga bulan. Jika
datang dengan kepastian, saya akan selalu bertanya, “mengapa kamu pasti? Kamu
yakin dia orangnya?” “Ya gimana sih kak, kan rasa... kayak kakak nggak pernah
pacaran aja!”
Justru karena pernah
pacaran, saya tahu tiga bulan tidak cukup untuk menguji konsistensi dalam
kehidupan seseorang. Masalahnya jika jatuh cinta, pikiran tak digunakan, hanya
perasaan. Pacaran masih dapat diuji. Namun dalam pernikahan, tidak ada jalan
keluar. Perlu konsisten dan setia karena janji sehidup
semati.
“Aduh, adakah jalan
samping? Ke kanan mantan, ke kiri selingkuhan...” Inilah yang banyak terjadi.
Dunia sekitar kita kaya dengan cerita semacam ini. Orang yang setia tidak
menyimpang ke kanan dan kiri. Bagaimana mengenalinya? Selidiki sendiri
orang-orang di sekitar kita: sejarah pekerjaannya.
Jika berpindah-pindah
pekerjaan, tanya sebabnya. Bukan berarti kita harus diam dulu sebelum mencari
pekerjaan baru namun hanya kita yang tahu apakah kita orang jujur dan benar,
atau bukan. Hal-hal sangat praktis untuk dapat melihat konsistensi dalam
kehidupan seseorang ini dapat diterapkan.
Matius 6:24
Tak seorangpun dapat
mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang
dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak
mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.
Kesetiaan tidak dapat
dibuktikan pada dua orang. Tidak setia berarti kita tidak menghormati karena
sikap setia seperti tanda hormat yang kita tunjukkan. Setia pada pasangan
berarti sedang menunjukan rasa hormat pada pasangan kita. Ketidaksetiaan mencoreng
atau menghilangkan rasa hormat yang kita miliki pada seseorang.
Orang yang tidak setia
adalah orang yang mengingkari atau tidak menghormati pribadi yang seharusnya ia
hormati.
Matius 12:39
Tetapi jawab-Nya
kepada mereka: "Angkatan yang jahat dan tidak setia ini
menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain
tanda nabi Yunus...
Matius 12:39
(Amplified)
But He replied to
them, An evil and adulterous generation (a generation morally
unfaithful to God) seeks and demands a sign; but no sign shall be given to it
except the sign of the prophet Jonah.
Dalam versi bahasa
Inggris, angkatan tidak setia diterjemahkan sebagai “An evil and adulterous
generation” atau generasi yang dengan mudahnya berselingkuh, berzinah, dan
mengkhianati. Itu sebabnya Tuhan berkata bahwa Ia cemburuan. Tuhan menginginkan
kesetiaan.
Untuk menguji apakah
seseorang konsistensi atau tidak, lihat bagaimana ia menghormati pasangan,
atasan, dan orang tuanya. Jika tak dapat setia atau setia pada dua tuan yang
bersamaan, ia berselingkuh. Jika kita bekerja pada perusahaan A namun berjualan
produk perusahaan B atau memakai telepon perusahaan A untuk menjual produk
perusahaan B, inilah peselingkuhan.
Belum cerai dengan
perusahaan A namun sudah menjalin hubungan dengan perusahaan B juga dinamakan
selingkuh.
2 Korintus 1:18
Demi Allah yang setia,
janji kami kepada kamu bukanlah serentak "ya" dan "tidak".
Orang yang konsisten
tidak akan kompromi atau ambil jalan pintas dalam kehidupannya. Saya banyak
temukan orang berkata “ya” namun harga yang harus dibayar untuk “ya” mahal
sehingga mengambil jalan pintas berkata “tidak”. Orang yang konsisten, apapun
dan berapapun harganya berkata “ya”. Dia tidak akan kenal tekanan atau
menyimpang ke kanan dan kiri.
Orang yang konsisten
tidak akan mencari jalan gampang hanya untuk menguntungkan diri sendiri apalagi
kompromi. Seringkali alasan yang digunakan adalah kita berkarakter fleksibel,
mudah menyesuaikan diri, cerdik seperti ular tulus seperti merpati. Beda antara
cerdik dan licik memang tipis namun hanya diri kita yang tahu apakah kita orang
setia dan jujur.
Orang yang konsisten
tidak berpindah-pindah arah. Tidak hanya karena ingin lurus dan saat dihadang
kemudian belok ke kanan dan kiri. Jika ingin lurus, ia akan konsisten pada
arahnya.
2. Gigih
Sampai Akhir (Persisten)
Wahyu 2:10
Jangan takut terhadap
apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa
orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh
kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan
mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.
Kesetiaan bersifat
seumur hidup kita. Mahkota kehidupan akan datang jika kita persisten hingga
nafas terakhir. Dalam pernikahan, kita berjanji akan setia sampai mati.
Banyak yang terkena
masalah dalam pernikahan, berjanji tidak menyimpang ke kanan dan kiri namun
jika ia menyerah dalam pernikahannya sama artinya dengan tidak setia.
Ada orang berpacaran
mengatakan, “Pak, saya putus masing-masing tiga bulan dan enam bulan, saya
tetap setia karena saat berpacaran tiga bulan, tidak saya double. Saya
putuskan dulu yang tiga bulan baruber jalan dengan yang enam bulan. Saya
putuskan dulu yang enam bulan baru berjalan dengan yang dua tahun.” Isunya
bukan double namun tidak ada persistensi di dalamnya.
Ada yang seharusnya
tidak melanjutkan hubungan namun berkata, “saya mau setia.” Jika belum menikah,
kontrak belum ditandatangani. Begitu menikah, kita harus setia sampai mati.
Sebelum menikah, kita perlu menguji apakah orang yang ingin kita nikahi seumur
hidup juga adalah orang yang persisten. Jika kita persisten dan pasangan tidak,
kita yang membayar mahal harganya.
Ada yang datang dan berkata,
“kami sudah menikah dan ingin bercerai. Boleh tidak, pak?” “Boleh,” kata saya.
Mereka kaget. Lalu saya lanjutkan, “tinggal tunggu siapa dulu yang mati karena
sampai maut memisahkan. Tolong setujui siapa yang mau mati dan akan saya
doakan. Kalau salah satu mati bisa kawin lagi. Tapi siapa yang mau mati?” gurau
saya.
Persistensi bukan
hanya bicara soal arah. Konsistensi bicara mengenai arah sedangkan persistensi
bicara mengenai kegigihan sampai habis. Itu sebabnya Paulus berkata, “aku sudah
menyelesaikan pertandinganku.” Paulus tidak berkata ia berlari di 200 meter dan
pindah ke 400 meter sebelum selesai kemudian lari lompat tinggi dan lompat
jauh.
Yesus berkata, “It
just finished.” Tuhan Yesus menyelesaikan apa yang harus Ia kerjakan. Ciri-ciri
orang yang setia adalah akan menyelesaikan apa yang ia mulai.
Matius 25:24-30
(24) Kini datanglah
juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa
tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur
dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam.
(25) Karena itu aku
takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah
kepunyaan tuan!
(26) Maka jawab
tuannya itu: Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa
aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana
aku tidak menanam?
(27) Karena itu
sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang,
supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.
(28) Sebab itu
ambillah talenta itu dari padanya dan berikanlah kepada orang yang mempunyai
sepuluh talenta itu.
(29) Karena setiap
orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi
siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari
padanya.
(30) Dan campakkanlah
hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah
akan terdapat ratap dan kertak gigi."
Ini aneh karena jika
menggunakan prinsip konsisten dan persisten, seharusnya hamba yang memiliki
satu talenta ini disebut setia. Hamba tersebut tidak ganti atasan dan masih
menunggu atasannya pulang, ia tak “menilep” satu talentanya bahkan talenta
tesebut ia jaga dengan baik.
Bila menggunakan
prinsip konsisten dan persisten saja harusnya orang ini setia. Namun Alkitab
berkata ia dianggap jahat dan malas. Jika konsisten dan persisten sudah ada,
apa yang ketinggalan padahal yang lain disebut hamba yang baik dan setia?
Jika kita sudah
konsisten dan persisten, tambahkan bagian terakhir yakni aktif atau memiliki
inisiatif atau produktif.
Andaikan saya adalah
seorang suami dan memiliki kesulitan dalam pernikahan, selalu tegang dengan
isteri. Saya anak Tuhan. Saya tidak akan berselingkuh, punya orang ketiga,
tidak menyimpang ke kanan dan kiri, dan tidak bercerai karena tidak boleh
bercerai. Namun jika saya tidak aktif ingin memperbaiki pernikahan, saya bukan
orang yang setia.
Sama seperti hamba
yang memiliki satu talenta ini, saya tidak melakukan apapun. Saya tidak
melakukan apa yang seharusnya saya dapat lakukan untuk memperbaiki pernikahan.
Prinsip yang sama berlaku dalam pekerjaan, mengasuh anak, melayani, dan
sebagainya.
Dalam hal konsistensi,
kita dapat melihat banyak hal. Lihat bagaimana ia bergabung dalam gereja.
Apakah orang tersebut tiap dua tahun pindah gereja, tiap dua bulan pindah
pelayanan, tiap tekanan datang mundur, dan tiap tantangan datang kabur. Ada
konsistensi namun tidak ada persistensi di dalamnya.
Bukan berarti kita
tidak boleh pindah pekerjaan namun bagaimana kita pindah menentukan siapa kita
sesungguhnya. Pindah gereja boleh-boleh saja, tidak masalah. Namun jika isunya
adalah mencari gereja yang sempurna, kita tak akan pernah menemukannya. Bahkan
jika ada gereja sempurna, saat kita masuk di dalamnya gereja tersebut menjadi
tidak sempurna karena kita.
Namun jika selalu
kabur, inilah inkonsistensi yang membuat kita tidak akan pernah maju.
Indonesia penuh dengan
orang pintar namun perlu orang yang konsisten dan persisten. Meski tantangan
datang, kita tidak berubah dan selalu ingin memperbaiki. Jika bekerja seperti
ini, dimanapun kita berada sebagai suami/isteri, ayah/ibu, orang tua,
perkenanan Tuhan (favor of God) akan selalu ada dalam hidup kita.
Lakukan ini dalam
hidup kita dan dapat kita pakai untuk menguji orang-orang yang dekat dalam
kehidupan kita sehingga kita selalu berhasil dan beruntung. Jangan menyimpang
ke kanan dan kiri, setia sampai mati, senantiasa melakukan yang terbaik, tidak
pasif, dan produktif. Orang yang setia selalu ingin menjadikan segala sesuatu
lebih baik dalam kehidupannya.